Ketika seorang pendaki gunung mempersiapkan perbekalan untuk ekspedisinya, mereka menghitung berapa besar perbekalan yang dibutuhkan selama ekspedisi, lengkap dengan asumsi terburuknya. Hal serupa juga terjadi pada negara kita, ketika rupiah melemah, Bank Indonesia menghitung seberapa besar perbekalan yang dimiliki untuk bertahan, perbekalan ini oleh praktisi ekonomi disebut Cadangan Devisa
Sorotan Pada Negara Berkembang
Sorotan pada negara berkembang, utamanya pada negara yang mengalami defisit transaksi berjalan ( CAD ) dimulai dari krisis mata uang Turki. Mata uang negara ini telah terkoreksi lebih dari 30%. Investor asing memilih meninggalkan negara ini dan menyebabkan krisis kepercayaan meningkat dan menyebar kenegara berkembang lainnya
Kekhawatiran semakin meningkat ketika media santer membahas Argentina, dimana negara ini telah resmi menjadi pasien IMF dengan resmi menerima bantuan pinjaman USD 50 miliar untuk memperbaiki ekonomi dan mata uangnya.
Tercermin oleh situasi ini, orang bertanya-tanya apakah Indonesia mampu mengurangi depresiasi mata uang?
Berdasarkan fakta dari negara-negara lain dengan defisit transaksi berjalan, Indonesia tidak kebal terhadap risiko mata uang yang ditunjukkan oleh pergerakan dari awal tahun di mana Rupiah terdepresiasi sebesar -8% terhadap Dolar AS.
Namun, perspektif yang berbeda dapat dilihat pada kemampuan Indonesia untuk bertahan dari depresiasi mata uang.
*Artikel terkait ketika rupiah melemah
Daya Tahan Perekonomian Indonesia
Banyak investor khawatir ketika Rupiah mencapai 15.000, angka psikologis, ekonomi Indonesia tidak akan mampu bertahan, bakal bangkrut !! simple nya begitulah..
Betulkah begitu ??
Belajar dari pengalaman masa lalu angka psikologis tidaklah menjadi penentu arah ekonomi, apalagi sampai menjadi penentu kebangkrutan.
Dari tahun 2012 hingga 2015, rupiah terdepresiasi sebesar -56%. Pada saat itu tingkat psikologis di 10.000 begitu mudah dilalui, namun nyatanya, ekonomi Indonesia terbukti baik – baik saja.
Belajar dari fakta itu, pelemahan rupiah saat ini sebesar -8% dari awal tahun tentu jauh lebih rendah risikonya.
Persediaan itu Bernama Cadangan Devisa
Akar dari pelemahan mata uang negara berkembang adalah dolar AS yang terus menguat untuk menyesuaikan kenaikan Fed Fund Rate.
Bila kita ketahui akar dari pelemahan mata uang ini adalah karena terus dinaikkannya suku bunga AS, maka pertanyaannya sampai kapan suku bunga AS terus dinaikkan ??
Menurut pandangan para ekonom mereka memperkirakan kondisi kenaikan suku bunga AS baru akan berakhir pada 2020. Dimana di tahun itu pejabat The Fed mengekspektasikan suku bunga sudah berada dilevel normal
Jika itu terjadi, Dolar AS menguat selama 2 tahun hingga 2020, dapatkah perekonomian Indonesia bertahan dari risiko mata uang?
Sebagai pendaki gunung yang dengan hati-hati memprediksi memperhitungkan persediaan mereka, Pemerintah Indonesia mungkin juga perlu mengetahui apakah mereka memiliki persediaan yang cukup untuk mempertahankan pergerakan Rupiah tetap berada pada jalur yang aman.
Cadangan Devisa merupakan perbekalan yang dibutuhkan Bank Indonesia dalam menjaga rupiah tetap stabil, jangan sampai overshoot kasarnya seperti mata uang Turki atau Argentina yang melemah hingga 30% hanya dalam waktu singkat.
Positifnya, Indonesia memiliki persediaan lebih dari cukup..
Dari perhitungan Pemerintah, CAD Indonesia tahun ini berpotensi melebar hingga USD 25 miliar di mana CAD terburuk di Indonesia pada 2013 di mana menyentuh sekitar USD 29 miliar.
Cadangan Devisa 10 tahun terakhir
Berdasarkan angka tersebut kita dapat mengira – ngira pada kondisi tekanan tinggi seperti sekarang, asumsi terburuknya Bank Indonesia membutuhkan sekitar USD 30 miliar untuk jagain rupiah
Dengan Cadangan Devisa Indonesia sebesar USD 118 miliar per Agustus 2018, Indonesia memiliki lebih dari cukup persediaan untuk menjaga pergerakan rupiah tetap terkendali.
Bila asumsi terburuk dollar AS akan terus menguat selama 2 tahun hingga 2020, maka Indonesia memiliki cadangan devisa cukup untuk bertahan dalam 4 tahun !!!
Pelemahan Mata Uang Menjadi Permasalahan Negara Berkembang Saat Ini
Indonesia bukan satu-satunya negara yang menghadapi depresiasi mata uang. Ini menjadi isu utama di antara negara-negara berkembang, terutama untuk negara-negara yang tidak berorientasi ekspor seperti Indonesia dan India.
Bila kita membandingkan rupiah terhadap dollar AS memang terlihat Indonesia begitu riskan. Namun bila kita bandingkan mata uang rupiah terhadap India, Afrika Selatan, apalagi Turkey dan Argentina, maka terlihat rupiah sangat superior
Yaa buat yang mau berlibur bolehlah pertimbangkan negara – negara itu, lagi murah guys 😉
Karena bukan negara-negara yang berorientasi ekspor, Indonesia tidak dapat menghindari risiko dari menguatnya Dolar AS,setidaknya untuk saat ini..
Namun, jika pendaki gunung menghitung – hitung skenario terburuk dibutuhkan pasokan 60 hari untuk ekspedisi, Indonesia memiliki persediaan 118 hari, cadangan devisa yang besar, itu lebih dari cukup.
Harga Boleh Melemah tapi Value nya Tetap
Tanpa bermaksud menyepelekan risiko dari mata uang, menurut penulis risiko ini manageable. Gembar gembor dari media, dan angka nya yang berada dilevel psikologis yang bikin kita pada jipeer. Maklum orang Indonesia percaya banget sama yang namanya mitos =P
Koreksi yang terjadi ini membuat krisis kepercayaan dan membuat aset class yang lainnya ikut terkoreksi seperti saham dan obligasi..
Perlu kita ingat yang koreksi ini kan harga nya, mata uang boleh melemah tetapi tidak dengan nilai aset..
Begini maksudnya,
Misal pada saham, nilai itu dihitung berdasarkan modal dan pendapatan perusahaan..
Apa laba perusahaan seperti Astra dan Mandiri turun di 2018 ini ?
Kagak ! Astra malah bakal cetak rekor pendapatan !!
Terus harga sahamnya turun ga ?? turuun..
Dari sini uda tau kan penulis menjurus kemana 😋
Om yuvenz ngelola reksa dana apa? Aku mau beli RD yang ada om yuvenz nya.
saya manage dana korporasi, ga open for public hehehe
Yaaah..