Bank Dunia melaporkan—seperti dirilis dalam Indonesia Economic Prospects (IEP)—bahwa Indonesia diproyeksikan mengalami inflasi hingga 3.6% tahun ini. Inflasi tinggi ini akan diprediksi terjadi hingga 2025.
Proyeksi tersebut berdasarkan lonjakan harga pangan dan energi yang terjadi selama satu tahun ini. Untuk mengantisipasi kenaikan inflasi yang tak terkendali, Bank Indonesia juga diramalkan akan menaikkan suku bunga acuan.
Lalu, apa sih sebenarnya inflasi itu?
Pengertian Inflasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, inflasi artinya adalah kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang.
Sedangkan, pengertian inflasi menurut Bank Indonesia adalah kondisi kenaikan harga barang dan jasa secara umum, meluas, dan terus menerus. Dalam pengukurannya yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, tingkat inflasi akan diperhitungan berdasarkan Indeks Harga Konsumen yang meliputi harga bahan makanan, makanan jadi, minuman, tembakau, perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, olahraga, transportasi, dan komunikasi.
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan inflasi tinggi, di antaranya:
- Tingginya permintaan pasar, yang tidak diikuti oleh supply atau ketersediaan produk yang memadai
- Biaya produksi di berbagai industri meningkat
- Bertambahnya jumlah uang yang beredar
- Kondisi politik dan ekonomi suatu negara yang kacau
- Faktor yang datang dari luar negeri, misalnya seperti sekarang ketika minyak mentah mengalami kenaikan harga dan ancaman krisis energi.
Sebenarnya, adanya inflasi bisa menjadi indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun, itu kalau terkendali. Jika tidak, inflasi tinggi bisa membuat ekonomi negara terancam terpuruk. Apalagi jika tak terkendali.
Apa yang bisa terjadi? Banyak, di antaranya:
- Daya beli masyarakat menurun
- Tingkat suku bunga domestik naik
- Nilai aset merosot
- Memunculkan ancaman krisis dan resesi ekonomi jika semakin tak terkendali
Mengelola Keuangan Saat Inflasi Tinggi
Inflasi tinggi pasti akan memengaruhi hidup kita sehari-hari secara langsung dan signifikan. Penghasilan akan terasa semakin sedikit, sementara harga kebutuhan pokok melonjak. Ketidakseimbangan seperti ini akan berakibat fatal, kalau kita tidak segera waspada dan mengambil tindakan solutif.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan?
1. Catat keuangan
Sebenarnya sih, hal ini tak hanya perlu dilakukan saat inflasi tinggi saja, tetapi terutama pada setiap kali ada perubahan pada kondisi. Di sini, ada catatan penghasilan dan pengeluaran. Di antara keduanya harus seimbang. Akan sangat bagus, jika penghasilan lebih besar daripada pengeluaran. Akan sangat buruk—dan perlu diperbaiki secepatnya—ketika pengeluaran lebih besar daripada penghasilan.
Dari catatan keuangan ini, kita bisa tahu, sebelah mana yang bisa diperbaiki.
2. Buat anggaran
Prinsip yang harus selalu diingat saat menghadapi inflasi tinggi yang membuat harga barang kebutuhan pokok menjadi mahal adalah belanja secara mindful dan bijak. Untuk itu, kita akan butuh anggaran belanja yang benar.
Benar di sini artinya sesuai dengan kebutuhan. Kesampingkan dulu hal-hal yang kurang penting, bisa ditunda, bahkan bisa dihilangkan. Prioritaskan pada yang esensial.
3. Disiplin
Apalah artinya kalau kita membuat anggaran, tetapi belanja tetap impulsif? Anggaran ada untuk ditaati. Ibaratnya, kamu membuat batas-batas, yang harus kamu patuhi sendiri.
Memang sih, kalau sebelumnya kita royal, maka akan butuh usaha ekstra untuk bisa hemat. Tapi dengan niat yang kuat, kita pasti bisa melakukannya.
4. Bijak berutang
Saat inflasi tinggi, ada baiknya untuk tidak menambah ekstra beban dalam keuangan. Salah satu beban yang sebaiknya dihindari dulu adalah utang.
Jika saat ini ada utang yang masih ongoing, maka pastikanlah untuk menjadikannya sebagai prioritas. Namun, sebaiknya hindari utang yang baru. Lebih baik kamu menabung dulu jika menginginkan sesuatu.
Tambahan utang—terutama yang konsumtif—menjadi hal terakhir yang perlu ditambahkan sebagai beban hidup di kala inflasi tinggi.
5. Tetap berinvestasi
Investasi adalah senjata ampuh melawan inflasi tinggi. Tabungan biasa di bank saja enggak cukup, karena bunga tabungan hanya nol koma sekian persen per tahun. Sedangkan, berapa tingkat inflasi kita? Yes, 3 persen lebih! Kalau cuma punya tabungan, habis sudah seiring inflasi berjalan.
Tapi, bukankah investasi juga lesu kalau inflasi tinggi?
Makanya, kamu perlu tahu, instrumen apa saja yang cocok, agar bisa melindungi nilai aset selama inflasi tinggi.
Instrumen Investasi yang Cocok Dimanfaatkan selama Inflasi Tinggi
Seperti yang mungkin sudah kamu tahu, bahwa The Fed telah menaikkan suku bunga acuan beberapa kali sampai dengan Juni 2022.
Sementara suku bunga acuan Bank Indonesia masih bertahan, tapi tren inflasi tinggi tetap berpeluang memengaruhi Indonesia juga. Bisa jadi, sentimen negatif tidak bisa dihindarkan. Meski demikian, peluangnya akan sementara. Dengan demikian, berbagai instrumen investasi masih berprospek baik hingga akhir tahun, dan bisa berlanjut ke tahun depan.
Saham
FYI, The Fed telah menaikkan suku bunga acuan dari 0.25% menjadi 2.5% dari tahun 2016 hingga 2019. Berkaca dari kenaikan tersebut, faktanya kinerja pasar saham tetap tumbuh positif. Kenaikan suku bunga hanya memengaruhi pasar keuangan, pun tidak terlalu dalam.
So, untuk kenaikan suku bunga kali ini, harga saham akan kembali pada fundamental emiten. Biasanya, sektor komoditas dan keuangan yang diuntungkan dengan adanya inflasi tinggi seperti sekarang.
Obligasi
Teorinya, naiknya suku bunga acuan akan membuat yield obligasi naik dan harga turun. Namun, investor dalam negeri tampak selalu antusias membeli obligasi selama kemarin dalam penawaran. Terutama sih obligasi negara ya. So, bisa jadi, meski investor asing cabut, investor dalam negeri siap menyerbu pasar.
Pasar obligasi sendiri kini semakin stabil dengan adanya burden sharing BI yang menyerap 30 – 40% Surat Utang Negara yang beredar.
Deposito
Meski instrumen investasi risiko tinggi tetap potensial, tetapi ada baiknya kamu tetap mendiversifikasikannya dengan instrumen risiko rendah. Terutama untuk para investor moderat dan konservatif serta untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek. Salah satunya deposito.
Pasalnya, seiring adanya kemungkinan kenaikan suku bunga, maka bisa dipastikan imbal hasil deposito juga akan naik.
So, mari kita berharap yang terbaik untuk kondisi dunia ke depannya, meskipun tetap bersiap untuk yang terburuk. Tetap pantau situasi dan kondisi, dan yang penting, lakukan manajemen risiko sebaik mungkin.