Alternatif

P2P Lending di Indonesia

Tentang Peer to Peer Lending (P2P) di Indonesia – Kali ini kami akan membahas lebih detail tentang alternatif investasi yang satu ini. Namun sebelumnya, adakah yang sudah nabung 1 juta setiap bulan. Tiap gajian langsung disisihkan untuk ke deposito dengan bunga 6% setahun. Capek – capek ditabung sampai 10 tahun lamanya, yang didapat hanya 150 jutaan. Mau beli avanza 1 aja masi belom cukup. Kapan kayanya??

Kira–kira begitulah yang ada dikepala kita kalangan kelas middle trapper yang pengen cepe tajir..
Tul ga?? 😝 😝 😝

bunga interbank

Namun sayangnya dengan modal yang kecil, bunga yang kecil, sulit untuk mencapai target itu.

Makanya tidak sedikit dari orang spesies kebelet tajir sejenis kita ini yang mencoba alternatif lainnya dengan membeli ORI, reksadana, atau langsung berinvestasi membeli saham.

Namun yang terjadi malah banyak dari kita yang malah merugi karena investasi yang sangat fluktuatif.

Yang lebih parah lagi kalau yang investasi alternatifnya di investasi bodong atau yang terlalu berisiko zero sum game. Investasinya jadi 0!!!

Naah untuk mengakali semakin kecilnya bunga deposito, sementara investasi seperti saham terlalu fluktuatif, terdapat alternatif investasi lain yang memberikan bunga menarik dan juga terpercaya.

Alternatif itu adalah Peer 2 Peer Lending atau P2P. Penulis sudah ada membahasnya sedikit di historikal investasi.

Apa itu Peer 2 Peer Lending (P2P)

Pada dasarnya Peer 2 Peer (P2P) Lending itu seperti bank. Wadah yang mempertemukan peminjam dan yang mau meminjamkan dana (kita).

Peer to Peer Lending ini juga memiliki peran yang mirip bank. Bedanya mereka terbuka, mereka memberi tahu siapa yang minjam, bisnisnya apa, berapa lama mau minjam (yaa ga mungkin juga sih bank terbuka secara yang minjem banyak banget  😋).

Mereka berperan sebagai mediator dengan service fee dll sebagai penengah yang mempertemukan, yaa kayak banklah. Makanya P2P ini dibilang disruption bisnis yang mencoba mengambil market share perbankan.

Tentang Net Interest Margin dan Penerapannya di P2P

Pernah dengar istilah Net Interest Margin (NIM) pada perbankan?

Itu loooh yang kerap dikomplain pemerintah karena terlalu tinggi??

Naah NIM itu adalah selisih antara bunga kreditur dengan debitur yang diterima bank.

Misalnya suatu bank menghimpun dana dari masyarakat dengan memberikan bunga deposito 6%. Maka terkumpullah dana sebesar 1 triliun. Kemudian perbankan meyalurkan dana sebesar 1 triliun ini dengan memberikan pinjaman pada pengusaha bunga 11%.

Dari sini maka didapat 11% – 6% = 5%

Itulah NIM !!

skema kerja peer to peer lending atau p2p

Sebagai informasi untuk NIM nya P2P. Penulis juga berinvestasi dari salah satu platform P2P. Dari penulis cek – cek penulis ketahui biaya jasa mereka secara total atau bisa kita bilang NIM adalah sekitar 3%.

Risiko Pada P2P

Bila berbicara risiko, jelas risikonya P2P lebih besar dibandingkan perbankan. Bukan karena bank lebih memiliki brand yang lebih besar dari P2P, namun pada kualitas krediturnya.

Umumnya kreditur (peminjam) pada P2P belum mampu memenuhi persyaratan untuk mendapatkan pinjaman pada perbankan, jadilah mereka cari pinjaman melalui platform P2P.

Positifnya bila kita lihat dari rasio gagal bayar saat ini masih rendah berada di level 1%. Sekedar perbandingan, rasio gagal bayar industri keuangan Indonesia saat ini berada dilevel 2,8%. Jadi masih ok angka ini sebenarnya.

Dalam menjelaskan risiko para perusahaan peminjam, memberikan label credit rating. Jadi yang ratingnya paling tinggi (biasa dimulai dari “A” paling bagus) dianggap paling aman dari risiko gagal bayar. Namun sebagai gantinya bunga yang diberikan pada mereka paling rendah.

Sementara perusahaan yang dianalisa memiliki rasio gagal bayar lebih tinggi memberikan bunga lebih tinggi. Tapi inget looh cuma 1% kok rasio gagal bayarnya saat ini, rendah.

Berkaca dari Tukang Bubur

Berbeda dengan berinvestasi di saham yang memiliki risiko fluktuasi, investasi peer to peer (P2P) tidak ada risiko itu.

Namun risiko pada investasi alternatif ini lebih pada risiko gagal bayar cicilan bunga, atau bahkan pokoknya.

Faktor risiko gagal bayar bisa terjadi juga karena terlalu banyak yang mau investasi, sementara nyalurin dananya bingung mau ke mana, jadi laah Ponzi!!!

Kesannya memang lucu, namun ini benar-benar terjadi, di Indonesia sendiri kita pernah dengar kasus tukang bubur. Awalnya menjalankan bisnis simpan pinjam dari modal kecil, namun karena permintaan meroket kacaulah bisnis simpan pinjamnya. Ada yang mau invest masa ditolak, tapi akhirnya bingung mau nyalurin ke mana.

Hal ini juga terjadi pada P2P di China.

Di negara tersebut platform P2P ini telah lebih dahulu menjadi booming beberapa tahun yang lalu. Negatifnya karena saking banyaknya yang mau investasi, perusahaan peer to peer ini menjamur. Berakhir dengan banyak yang menyalurkan pinjamannya secara asal-asalan, meroketlaah rasio gagal bayarnya !!!

Akhirnya otoritas disana turun gunung bersih–bersih, mengetatkan aturan untuk menurunkan risiko gagal bayar. Sekarang yang penulis ketahui banyak dari perusahaan–perusahaan itu berekspansi ke Indonesia dan belum memiliki izin dari OJK.

Baca deh Fintech yang terdaftar di OJK per Mei ini. 

Walaupun begitu untuk Indonesia penulis melihat risiko tersebut masih jauh. Simple aja, temen-teman penulis yang orang perbankan aja masih banyak yang belum paham. Mereka masih tidak berani investasi di P2P. Jadi kalau bicara risiko booming yang mengarah ke euforia, masi jauhlah.

Peer to Peer Lending (P2P) Sebagai Alternatif Dalam Berinvestasi

Di sini kita sudah mengetahui P2P ini tidak memiliki risiko fluktuasi harga seperti halnya saham. Namun risikonya ada pada kemungkinan gagal bayar. Maka untuk mengurangi risiko tersebut kita perlu mendiversifikasikannya, kita pecah–pecah maksimal 10% dari dana kita untuk setiap penempatan.

Menurut penulis bunga yang didapat dari P2P ini sangatlah menarik mencapai belasan persen setahun, bahkan bersaing dengan keuntungan dari reksadana saham.

Penulis sendiri mayoritas investasi saat ini masih tetap di saham. Namun penulis memiliki penilaian positif akan kehadiran dari P2P ini, memberikan alternatif untuk berinvestasi selain saham.

Di Indonesia sendiri yang penulis ketahui ada beberapa P2P yang sudah cukup besar seperti Modalku, Koinworks, Amartha, Investre.

Jenis pinjaman yang ditawarkan sendiri ada bermacam–macam. Ada yang meminjam untuk modal kerja tahunan, ada yang meminjam jangka pendek dengan jaminan piutangnya yang belum dibayar.

Penulis sendiri lebih memilih menginvestasikan dana penulis pada pinjaman yang terakhir atau biasa disebut invoice financing.

Pada umumnya pinjaman tipe ini hanya memiliki jangka waktu pendek 1–3 bulan, dan bunga yang lebih rendah. Namun positifnya risiko gagal bayarnya lebih rendah, karena ada jaminan pada piutangnya.

Menariknya ini nanti dapat berkembang menjadi P2P Equity. Bila biasanya P2P itu lending, memberikan pinjaman dengan imbal hasil bunga, maka pada P2P equity kita berinvestasi seperti halnya membeli saham, namun untuk perusahaan startup.

Kita lihat saja bagaimana perkembangannya.

2 Comments

  1. Blog Sabda August 26, 2018
  2. kamidaruma September 8, 2018

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.