Freedom of Mind

Bagaimana Utang dan Uang Bekerja, Sebaiknya Kamu Pahami Ini!

Beberapa tahun lalu, pernah ada berita pemerintah Tiongkok menutup ribuan pinjaman online (pinjol). Saat itu, mungkin saja kita bertanya-tanya, kenapa ditutup ya? Bukannya pinjol, atau biasa kita kenal Peer to Peer ini bagus menyediakan investasi dan pendanaan alternatif selain bank? Apa yang salah dengan utang di platform ini? Lagi pula, kenapa bisa sampai ada ribuan yang ditutup secara serentak begitu? Mungkinkah karena Tiongkok banyak penduduknya, sehingga platformnya juga banyak?

Beberapa tahun kemudian, ternyata hal yang sama terjadi di Indonesia. Banyak pinjol yang ditutup oleh pemerintah. Ternyata yang terjadi adalah pinjol-pinjol ini menjebak orang yang butuh uang dengan kedok P2P; menawarkan pinjaman dengan sangat mudah dan cepat. Karena itu, dalam waktu singkat, yang meminjam sudah sedemikian banyak.

Pinjol ini bisnis utamanya bukan memberi pinjaman, melainkan menjebak orang dengan lilitan utang.

Modus umumnya adalah mereka tidak transparan menginformasikan bunga pinjaman, memberikan pencairan yang lebih kecil dari yang dijanjikan, bahkan mengancam orang yang tidak bisa bayar hingga berujung meminjam lebih banyak lagi. Akhirnya si korban tergulung lilitan pinjaman yang terus membesar.

Bagaimana tidak tergulung? Bunganya nggak main-main, rentenir saja kalah! Pinjam Rp25 juta, bunganya bisa jadi Rp100 juta hanya dalam beberapa bulan.

Tapi, kok bisa ya? Memangnya orang berutang di pinjol untuk apa?

Cara dan Prinsip Investasi Paling Mudah buat Para Gen Z

Tujuan Orang Utang di Pinjol

Ya, memangnya untuk apa sih orang meminjam uang di pinjol?

Selain orang yang memang kepepet membutuhkan uang, dengan gaya hidup zaman sekarang yang begitu terinspirasi ala-ala sosialitas, mudah saja orang menjalani gaya hidup yang jauh melebihi kemampuannya.

Misal saja, yang sempat viral beberapa waktu yang lalu tentang mba-mba SCBD penampilan sosialita. Padahal penghasilan belasan juta saja belum, namun penampilannya penuh kemewahan. HP, pakaian, tas. Kalau dikumpulkan, bisalah dapat mobil.

So, kalau dilihat-lihat lagi, banyak orang punya alasan yang salah untuk berutang. Di antaranya:

1. Utang karena tuntutan peer pressure

Ya, itu tadi contohnya, si mba-mba SCBD. Tadinya juga terkagum-kagum melihat mereka. Kok bisa ya, setiap hari beli setarbak, tas-tas branded, sepatu-sepatu yang harganya satu kali gaji, dan seterusnya. Tadinya percaya, sampai suatu ketika seseorang berseloroh, “Percayalah, kita malah lebih kaya, karena sejatinya, mereka hidupnya terjebak dalam lingkaran paylater.”

Oh, gitu ya?

Bukan maksudnya julid juga sih. Tapi, memang ada orang-orang tertentu yang harus “mengejar” prestise penampilan, agar diterima di sirkel di mana mereka berada. Meski kembang kempis untuk memenuhinya. Hingga akhirnya, utang menjadi solusi yang diambil.

2. Utang untuk perawatan kesehatan

Biaya perawatan kesehatan memang sudah dikenal mahal. Apalagi kalau sampai kita opname di rumah sakit. Tabungan bisa terkuras.

Seharusnya, ini tidak akan perlu terjadi kalau kita memiliki asuransi kesehatan. Minimal BPJS Kesehatan. Tetapi, yang sering terjadi, iuran BPJS Kesehatan menunggak, dan kemudian saat sakit, manfaatnya tidak bisa didapatkan lagi.

Bingung karena uang tabungan juga sudah terkuras untuk berobat, akhirnya pinjam uang dipilih menjadi solusi.

Strategi Pensiun Dini untuk Karyawan Swasta: Apa yang Mesti Disiapkan?

3. Utang karena enggak punya uang

Utang kan memang karena enggak punya uang. Kalau punya uang, kan nggak perlu uang.

Ini sebenarnya adalah konsep yang salah tentang cara kerja utang. Utang dapat dilakukan hanya kalau kita tahu bagaimana kita akan mengembalikannya. Ini artinya kita sebenarnya punya uang, tapi belum di tangan. Nantinya, akan ada uang yang bisa kita pakai untuk mengembalikan pinjaman.

Itu saja masih banyak catatannya supaya kemudian pinjaman tak membengkak, menjadi lebih besar dari yang kita mampu untuk kembalikan.

Yang sering terjadi adalah, pinjam uang, dan ketika ditanya bagaimana cara mengembalikannya, akan dijawab, “Gampanglah nanti akan ada rezeki juga. Pokoknya sekarang bisa dipakai dulu.”

… yang ternyata si rezeki enggak juga datang, atau cukup untuk dipakai membayar kembali.

4. Utang untuk kebutuhan sehari-hari

Kalau untuk kebutuhan esensial saja kemudian berutang ke pinjol, itu sebenarnya sudah menjadi tanda bahaya. Ini yang benar-benar utang ya, yang kemudian pembayarannya dicicil.

Ini tanda terbesar bahwa lebih besar pasak daripada tiang. Seseorang harus melakukan financial check up secara menyeluruh agar akar penyakitnya bisa diketahui. Bisa jadi, pengeluaran memang terlalu besar, atau pemasukan terlalu sedikit.

5. Utang untuk membayar pinjaman lainnya

Gali lubang, tutup lubang. Tanpa sadar, lubang yang ditutup membuat lubang yang baru digali semakin besar.

Inilah yang sering terjadi hingga mengakibatkan seseorang terlilit sampai puluhan bahkan ratusan pinjol sekaligus. Sudah salah sejak awal, rasanya pasti seperti kiamat.

Bagaimana Utang dan Uang Bekerja, Sebaiknya Kamu Pahami Ini!

Utang, Buruk?

Jadi melihat kasus-kasus pinjol yang ada, selain daripada si korban, nyatanya banyak orang jahat yang menghalalkan segala cara demi uang. Dari pemiliknya yang mendapatkan keuntungan puluhan hingga ratusan miliar dalam waktu sekejap, sampai keroco-keroconya, si penagih utang, yang hanya mendapatkan remah-remahnya.

Jadi, sebegitu buruknyakah utang? Tempatnya orang-orang tak bermoral?

Sebelum memvonis, mari kita lihat lagi bagaimana cara uang bekerja.

Ingat konsep dasar bank? Konsepnya simpan pinjam.

Orang simpan di bank pada dasarnya karena tidak tahu duitnya mau diapain sekarang. Kemudian, ada orang yang meminjam di bank, karena mereka tahu duitnya mau diapain. Jadi ya, meminjam karena tahu apa nilai gunanya.

Meminjam untuk membeli rumah, mendapatkan kenyamanan, sekaligus investasi. Meminjam untuk membeli mobil, untuk fleksibilitas, mobilitas, yang meningkatkan produktivitas. Menggunakan kartu kredit untuk mengejar promo, untuk mendapatkan diskon harga yang lebih murah. Atau, yang lebih keren, meminjam untuk membangun usaha.

Pemanfaatan pinjaman dana pada dasarnya digunakan untuk meningkatkan nilai guna dari uang tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Tapi, ketika berbicara utang, kita harus memahami risiko bunga. Meminjam untuk pribadi ataupun usaha, rule of thumb-nya selalu sama.

Apabila kita meminjam bunganya lebih besar dari manfaat yang dihasilkan, maka menjadi tak ada gunanya. Dalam bisnis, pinjaman seperti ini akan sangat berguna bila dimanfaatkan dengan tepat. Namun, kalau bunga terlalu besar, misal saja membangun pabrik, proyeksi keuntungannya lebih rendah dari bunga pinjamannya, ya nggak akan jalan usahanya.

Maka, sebelum merasakan manfaat, kita harus melihat risikonya.

Tidak perlu untuk menjadi ahli matematika. Yang diperlukan adalah kesadaran, seberapa besar manfaat dari pinjaman? Yang menjadi berbahaya bila terjebak akibat budaya konsumerisme yang tidak ada habisnya.

Bukan untuk memusuhi utang, bukan juga agar gemar berutang. Tapi, untuk memahami risiko dan kegunaannya. Meminjam dana memang bisa jadi leverage, atau daya ungkit, tetapi kalau salah konsep sejak awal, utang bisa jadi liang kubur.

Jadi, kembali lagi, mau ngutang buat apa memang?

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.